Peran Perempuan dalam Tradisi Sunda Wiwitan


Zaenal Muttaqien(1*)

(1) UIN Sunan Gunung Djati, Indonesia
(*) Corresponding Author

Abstract


Masyarakat suku Baduy sampai saat ini masih dianggap sebagai sebuah masyarakat yang primitif, tertinggal, tradisional, bahkan tidak beradab. Betulkah klaim semua itu layak disandang oleh mereka?. Menurut peneliti tentu tidak. Menurut pengamatan peneliti, masyarakat yang dianggap primitif tersebut ternyata memiliki keadaban yang sangat luar biasa. Salah satu diantaranya adalah terkait dengan makna saling bekerjasama dalam menjalani ritual keagamaan dalam tradisi Sunda Wiwitan Baduy. Mengamati model-model ritual keagamaan yang dilakukan suku Baduy sangatlah menarik. Banyak keunikan yang kita temui. Keunikan itu mulai terasa dari proses-proses yang dijalani. Keunikan itu penting untuk dipublikasikan sebagai khazanah keragaman budaya yang dimiliki Indonesia. Dengan penelitian etnografis ditemukan beberapa hal penting: Pertama, sampai saat ini, Orang Baduy masih menganggap tradisi yang mereka laksanakan adalah kewajiban yang bernilai sakral. Kedua, dalam kehidupan Orang Baduy, eksistensi perempuan dan laki-laki bukan untuk saling mendominasi, keduanya hidup untuk saling melengkapi. Ketiga, penghayatan makna ritual di atas, disebabkan oleh kepatuhannya dalam memegang peraturan adat. Masyarakat Baduy memahami bahwa aturan adat (pikukuh) merupakan warisan leluhur Baduy yang sakral dan harus dipatuhi sampai kapanpun. Kata Kunci: Baduy, Gender, Kearifan Lokal


Keywords


Baduy, Gender, Kearifan Lokal

Full Text:

PDF

References


Bruinessen, M. Van. (1992). Gerakan Sempalan di kalangan umat Islam Indonesia: Latar Belakang Sosial Budaya, Ulumul Qur’an. Jurnal Ilmu Dan Kebudayaan, 3(1). Burhani, A. N. (2012). Tiga Problem Dasar dalam Perlindungan Agama-Agama Minoritas di Indonesia. Jurnal Maarif Institute, 7(1). Cresswell John W. (2014). Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hakiki, M. (2013). Makna Tradisi Seba Orang Baduy. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati. Hidayat, K. (2011). Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik. Bandung: Mizan. Jacobs, J. (2012). Orang Baduy dari Banten, terj. Judistira K. Garna dan Salam

Zaenal Muttaqien 8

Khazanah Thelogia Vol.1 No.1 ; Hal.1 – 8 Website : http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/kt

Hardjadilaga. Bandung: Primaco Akademika & Judistira Garna Foundation. Koentjaraningrat. (1982). Masalah-Masalah Pembangunan. Jakarta: Bunga Rampai Antropologi Terapan. Jakarta: LP3ES. Nurmila, N. (2014). Pembagian Waris Perspektif Keadilan Gender, Diktat Perkuliahan Pendidikan Gender. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati. Piliang, Y. A. (2010). Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya, dan Matinya Makna. Bandung: Matahari. Raden Cecep Eka Permana, D. (2011). Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat Baduy. Jurnal Makara, Sosial Humaniora, 15(1). Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kauntitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sujana, A. M. (2012). Perkembangan Masyarakat Muslim pada Suku Baduy Dangka Kampung Kompol (1984-2012). Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.




DOI: https://doi.org/10.15575/kt.v1i1.7123

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2019 Zaenal Muttaqien

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.