Hubungan Agama dan Negara dalam perspektif Aksi Bela Islam
DOI:
https://doi.org/10.15575/jaqfi.v1i2.1713Keywords:
Agama, Negara, Aksi Bela Islam, Sekuler, Demokrasi, Modernis, SekularismeAbstract
Di Negara kita, karena agama seolah dipisahkan dari Negara. Agama dipakai Negara sebagai simbol. Tidak heran, jika nilai kesalehan para pemimpin (pejabat) tidak tampak mengatur tata kelola pemerintahan. Sehingga timbul ketimpangan politik dan kesenjangan ekonomi, keadilan sosial menjadi sesuatu yang sulit ditemukan.
 Negara kita tidak memilih berasaskan Agama, tetapi cenderung sekuler (memisahkan Agama dengan Negara), pertimbangannya jika berasaskan salah satu Agama, maka kemudian mana kerukunan dan persatuan (kebhinekaan) tidak akan pernah tercipta.Dan ketentraman negara pun mungkin akan terganggu, dan yang terjadi jika Negara terlalu mencampuri urusan Agama begitupun sebaliknya maka tidak heran satu sama lain akan saling intervensi dan saling bersebrangan.
 Isu agama selalu kalah dengan issue–isue lainnya di negeri kita. Tetapi pasca terjadinya Aksi Bela Islam, isu agama dalam sebuah pergerakan kembali diperhitungkan seolah menenggelamkan stigma yang berpandangan agama sumber Teroris.Dan Negara dibuat repot. Presiden sebagai kepala tertinggi negara/pemerintahan langsung melakukan safari ke setiap Ormas Islam dan para Tokoh Islam yang ada di Indonesia.
 Namun Negara belum bisa disebut terbuka mendengarkan aspirasi umat Islam. Bahkan seolah dibuat konflikantara satu pemahaman dan pemahaman yang lainnya, dari satu Ormas dengan Ormas yang lainnya sebagai sebuah konflik yang di pelihara oleh Negara. Pasca Aksi Bela Islam, tidak sedikit tokoh Islam dianggap sebagai dalang makar dengan dalih agama. Maka yang terjadi adalah peng-Kriminalisasian para tokoh Ormas tersebut.
 Aksi Bela Islam memberi pelajaran kepada kita, perlunya rumusan relasi Agama dan Negara serta Pancasila sebagai pemersatu diperjelas dalam perilaku pemimpin bangsa ini. Juga memberikan makna bahwa Aksi Bela Islam menunjukan sikap modernis Umat Islam mengkritisi sikap yang membahayakan persatuan dan kesatuan terkait isu keagamaan, yang kebetulan berimpitan dengan persoalan politik.
References
Al-Attas,Syed Naquib.Islam dan Sekularisme.Bandung: Pustaka, 1981.
Bertens,Dr.K. Sejarah Filsafat Yunani.Kanisius, 1999
bin Abdul Wahab,Muhammad.Kitab al-Tauhid.ITB Bandung: Pustaka Salman, 1985.
Kahin, George McT.Menuju Masyarakat Egalitarian : Tentang Revolusi Kemerdekaan
“Kumpulan Artikel Mencari Demokrasi, Institute Studi Arus Informasi.PT Midas Surya Grafindo.
Lantip, Paham-paham yang Menggoda Kehidupan Beragama, Surabaya: Fakultas
Ushuluddin, 1990.
Madjid, Nurcholis.Dalam Khazanah Intelektual Islam.Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Marzuki,Suparman,Politik Hukum : Hak Asasi Manusia, Jakarta: Penerbit Erlangga,
Mulyanto, Dede.Bela Islam atau Bela Oligarki : Pertalian Agama, Politik dan
Kapitalismedi Indonesia.Pustaka Indoprogres, 2017.
Munawwir,Imam.Kebangkitan Islam.Surabaya : Bina Ilmu, 1984.
Pardoyo. Sekularitas Dalam Polemik, Jakarta: Pustaka Utama Grafit, 1993.
Sani, Abdul.Lintas Sejarah Perkembangan Modern Dalam Islam.Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1998.
Sihhab,Dr. Quraish.Membumikan al-Qur’an.Bandung: Mizan, 1996.
Sumber Internet :
http://kbbi.web.id/agama, diunduh pada tanggal 16 Maret 2017, pukul 08.00 WIB
http://kbbi.web.id/sekuler, diunduh pada tanggal 16 Maret 2017, pukul 18.00 WIB
http://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture/ilmukewarganegaraan/perkembangandemokrasi-di-indonesia, diunduh 16 Maret 2017.
http://www.voa-islam.com/topic/54/aksi-bela-islam-123/#sthash.NZrbSYCc.dpbs,diunduhpada tanggal 16 Maret 2017, pukul 18.00 WIB.
